Pelepasliaran Satwa Endemik Papua, Bukti Kontribusi PT. Freeport Indonesia

By Fery Arifian - 1/14/2020


"Orang bilang tanah kita tanah surga, tongkat dan batu jadi tanaman."

Tanah surga, begitulah ungkapan yang sangat sepadan untuk negara yang terdiri dari ribuan pulau dan dilalui garis khatulistiwa. Sepenggal lirik itu berasal dari salah satu lagu grup musik Koes Plus yang terkenal di tahun 70-an. Bahkan, lirik itu masih teringat di dalam pikiran saya, walaupun saya bukanlah bagian dari generasi X ataupun generasi Y.

Lirik lagu berjudul "Kolam Susu" tersebut menggambarkan bahwa Indonesia adalah negara yang sangat kaya dengan keanekaragaman hayati dan hasil alamnya yang melimpah. Tak heran jika julukan 'tanah surga' ini menjadi sepadan dengan apa yang bisa didapatkan dan dimanfaatkan untuk keberlangsungan hidup manusia dan bahkan bisa mencakup keseluruhan dunia.

Hutan hujan tropis yang membentang dari ujung Barat hingga Timur Indonesia, keanekaragaman flora faunanya, hingga jutaan ton mineral yang  terkandung di dalamnya merupakan bukti bahwa Indonesia adalah surga kecil pemberian Tuhan Yang Maha Esa. Untuk itu sudah sepatutnya kita bersyukur menjadi bagian dari tanah surga ini.

Berdasarkan data temuan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indonesia merupakan rumah bagi 10 persen jenis satwa yang ada di dunia. Mulai dari jenis reptil, amfibi, hingga mamalia. Salah satu pulau penyumbang keragaman satwa adalah Papua. Selain kandungan mineral di daratannya yang sangat kaya, keragaman satwa di Papua juga tak bisa diremehkan. Sampai dengan tahun 2019, LIPI mencatat sebanyak 241 spesies mamalia yang ditemukan di Papua. Selain itu, ada juga spesies baru, seperti Katak Pinokio atau Litoria pinocchio. Hewan tersebut merupakan endemik asli dari tanah Papua. 
Image result for katak pinokio"
Katak Pinokio (Litoria pinocchio) spesies katak baru yang ditemukan di Papua. (foto: gelora.co)
Tetapi sejumlah satwa di Papua mulai mengalami penurunan jumlah dan terancam kepunahan. Beberapa faktor yang mempengaruhi kepunahan dan penurunan spesies satwa endemik Papua ini diantaranya seperti hilangnya keragaman genetika, laju kematian spesies yang tinggi, serta perubahan lingkungan akibat dari perubahan iklim.

Sekilas Tentang PT. Freeport Indonesia
(Sumber Foto: www.ptfi.co.id)
PT. Freeport Indonesia (PTFI) merupakan perusahaan tambang mineral afiliasi dari Freeport-McMoRan (FCX) dan Mining Industry Indonesia ( MIND ID ). PTFI menambang dan memproses bijih menghasilkan konsentrat yang mengandung tembaga, emas dan perak. Perusahaan ini memasarkan konsentrat ke seluruh penjuru dunia, terutama ke smelter tembaga dalam negeri, yaitu PT. Smelting. Perusahaan ini beroperasi di dataran tinggi terpencil yang berlokasi di Pengunungan Sudirman, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua, Indonesia. PTFI sangat tersohor sebagai perusahaan tambang tembaga terbesar yang ada di Indonesia.

Kontribusi PT. Freeport Indonesia Untuk Lingkungan dan Keanekaragaman Hayati

Berlokasi di tanah Papua yang kaya, tidak semata-mata membuat PT. Freeport Indonesia (PTFI) melupakan hal yang sangat penting bagi keberlangsungan alam dan makhluk hidup yang tinggal di dalamnya. Berbagai upaya sudah dilakukan oleh PTFI dalam menjaga keragaman hayati di tanah Papua dan memberi sumbangsih bagi negeri. Karena sejak tahun 1994, PTFI telah mengundang berbagai peneliti nasional maupun internasional untuk melakukan kajian keanekaragaman hayati di wilayah kerja PTFI.

Kurang lebih sekitar 90% area kerja PT. Freeport Indonesia terdiri dari ekosistem alami yang berbeda. Mulai dari ekosistem hutan mangrove, hutan rawa sagu, hutan hujan dataran rendah, hutan kerangas, hutan pegunungan, alpine dan sub-alpine. Berbagai kegiatan penelitian yang telah dilakukan diantaranya tentang vegetasi, mamalia, burung, ampibia, perikanan air tawar, insekta air dan insekta terrestrial. 

Sejak tahun 2006, hingga kini PTFI telah melepaskan hampir 25.000 ekor labi-labi moncong babi (Carretochelys Insculpta) ke habitatnya di alam Papua. (sumber foto: www.ptfi.co.id)
Hasil penelitian ini telah menemukan banyak spesies baru mulai dari biota akuatik hingga flora dan fauna terrestrial seperti 16 spesies crab baru, 17 spesies mamalia yang belum dipastikan identifikasinya, 20-30 potensi spesies kodok yang baru. Kemudian, hasil penelitian tersebut dapat diaplikasikan pula kedalam area Taman Nasional Lorentz yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia oleh organisasi dunia dibidang pendidikan, penelitian dan budaya (UNESCO) mengingat lokasi area kerja PTFI adalah berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lorentz (TNL). 

Dengan luas Taman Nasional Lorentz sekitar 2,4 juta hektar, dan merupakan taman nasional terluas se-Asia tenggara maka informasi hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja PTFI dapat dijadikan opsi salah satu acuan dalam pengelolaan Taman Nasional Lorentz. Data-data tersebut dapat dibuktikan kevalidannya karena didapatkan dari website resmi PTFI.

Pelepasliaran Satwa Endemik Papua
Pelepasliaran satwa langka merupakan kontribusi rutin PTFI di Bidang Lingkungan. (sumber foto: www.ptfi.co.id)
Menurut UU No. 5 Tahun 1990 Pasal 21 ayat 2 menyatakan “Dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup/mati dan bagian-bagiannya”

Satwa endemik tanah Papua seperti Labi-labi Moncong Babi, Nuri Kepala Hitam, Kura-kura Cangkang Lunak Papua New Guinea, Kura-kura Dada Merah, Buaya Air Tawar Papua, Kasuari Gelambir Ganda, Kangguru Tanah, Kadal Panama, dan Sanca Hijau, adalah beberapa jenis satwa endemik yang terancam kepunahan. Oleh karenanya, Departemen Lingkungan PTFI bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Wilayah Papua dan Kementrian Lingkungan Hidup beberapa kali melakukan kegiatan yaitu pelepasliaran satwa endemik ke habitat aslinya sejak tahun 2006.

Melalui grup Biodiversity Departemen Lingkungannya, PTFI memfasilitasi proses karantina dan pemeliharaan para satwa sebelum sepenuhnya dilepasliarkan ke alam bebas. Satwa langka dan dilindungi ini diterima dari BBKSDA dan dari hasil pengumpulan masyarakat. Adapun warga yang menemukan hewan-hewan langka ini di sekitar rumah mereka, ada pula yang sebelumnya memelihara hewan-hewan tersebut lalu tidak sanggup lagi untuk melanjutkannya, atau ada yang prihatin melihat hewan-hewan ini diperjualbelikan oleh masyarakat lokal sehingga mereka sengaja membelinya untuk diserahkan ke BBKSDA. Hewan-hewan yang diserahkan ke BBKSDA ini kemudian dipelihara sementara di Pusat Penelitian Reklamasi & Biodiversity di MP 21 untuk dipersiapkan sebelum dilepasliarkan ke alam bebas.



Setelah hewan-hewan ini dilepasliarkan ke habitatnya, PTFI dan BKSDA tidak lantas membiarkan mereka begitu saja. Kegiatan pemantauan tetap dilakukan secara berkala untuk memastikan hewan-hewan tersebut dapat kembali beradaptasi di alam bebas dengan baik. Dan untuk memudahkan pemantauan, hewan-hewan ini dipasangi penanda khusus di bagian tubuhnya.

Selain itu, PTFI bersama BKSDA selalu menghimbau masyarakat untuk melaporkan kepada contact person Departemen Lingkungan PTFI jika menemukan satwa endemik yang masuk ke dalam lingkungan warga ataupun menemukannya tak jauh dari lokasi pemukiman. Karena dengan mengedukasi dan memberi himbauan kepada masyarakat, tentu masyarakat juga dilibatkan dalam upaya pelestarian keanekaragaman hayati di Papua.

Berbagai penghargaan dan apresiasi telah diterima PTFI untuk upaya dan komitmen yang telah dilakukan dalam rangka mendukung kegiatan konservasi keanekaragaman hayati diantaranya:


Menjaga kelestarian dan keragaman satwa endemik di Tanah Papua adalah tanggung jawab semua masyarakat. Dengan menjaga keragaman hayati, kita tentu ikut berkontribusi pula dalam menjaga dan merawat bumi ciptaan-Nya. Dan dengan menjaga keanekaragaman hayati, kita menjadi manusia yang bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup umat manusia, khususnya untuk anak cucu kita kelak dan bangsa Indonesia.

Disclaimer:
Artikel ini diikutsetakan ke dalam Lomba #NarasiDariPapua 2020

Referensi:

  • Share:

You Might Also Like

0 komentar

Comments