Lahir, besar, dan tinggal di Malang, membuat hidup saya yang sudah memasuki masa quarter life crisis ini belum ikut-ikutan repot mempersiapkan masa depan seperti kebanyakan orang. Kadang saya berpikir, apa emang karena saya terlalu lama di Malang, makanya saya masih saja menjalani hidup ala slow living.
Bisa dibilang saya agak melenceng dalam menerapkan konsep dari slow living yang sebenarnya. Di mana saya menjalani hidup di usia 20 sekian ini dalam mode 'lambat'. Di saat teman-teman seusia saya sudah lulus kuliah dan meniti karir di kota-kota besar, saya masih berkutat dengan tugas akhir perkuliahan dan kesibukan sebagai freelancer. Bahkan sebagian besar dari mereka sudah berkeluarga dan punya anak yang lucu-lucu.
Everyone has their own life's timeline.
Padahal awalnya hanya ingin intermezzo. Tapi ujung-ujungnya kok malah jadi curhat gini sih? haha. Oke, lupakan soal slow living dan timeline kehidupan sejenak. Jika mengingat perjalanan saya di tahun 2019 ini, memang tidak banyak yang berubah. Masih berstatus mahasiswa tingkat akhir, dan juga pekerja lepas. Di tahun ini saya juga tidak 'serajin' tahun sebelumnya, di mana saya punya goals yang sebenarnya nggak terlalu penting. That's traveling setiap bulan ke kota yang berbeda.
Menuju penghujung tahun 2019, saya ingin menutup tahun ini dengan sedikit berkeliling ke beberapa tempat di wilayah Malang Raya. Perjalanan saya saat ke Thailand beberapa bulan kemarin sempat membuat saya ingat jika saya sangat jarang main di sekitaran Malang.
Trip kali adalah adalah trip super dadakan bersama seorang teman SMA, yang sama-sama berstatus freelancer seperti saya. Bedanya adalah dia sudah punya gelar sarjana, tapi saya belum. Gapapa, kan jatah molornya masih ada. (mencoba nyemangatin diri sendiri).
Awalnya kami ingin berkunjung dan menjelajahi wisata sejarah di kabupaten Malang. Tujuan pertama adalah Candi Kidal. Sampai di sana, kami hanya mampir duduk dan berteduh saja karena banyak rombongan anak sekolah yang nggak pulang-pulang. Gagal deh saya nyari spot foto buat mempercantik feed Instagram. Semakin siang ternyata semakin banyak rombongan anak sekolahan yang datang hari itu. Padahal hari itu bukan weekend. Akhirnya saya pun kepikiran untuk hengkang dari lokasi dan pindah ke tempat yang lebih sepi.
Karena lokasinya dekat dari titik pertama wisata yang kami tuju, saya memutuskan untuk menuju ke Coban Jahe yang hanya berjarak beberapa kilometer saja. Teman saya hanya mengiyakan karena ke manapun saya pergi, saya lah choice maker-nya.
Coban Jahe berlokasi di daerah Kecamatan Jabung, Kabupaten Malang. Bersebelahan dengan Kecamatan Tumpang. Lokasinya ada di lereng Pegunungan Bromo Tengger Semeru. Berbekal arahan dari Google Maps yang harap-harap cemas bakal disasarin ke jalan dengan medan yang terjal.
Ternyata ekspetasi buruk saya terpatahkan. Kondisi jalannya sudah enak dan rata, hanya beberapa puluh meter saja yang masih berupa tanah dan jalan berbatu. Petunjuk arah menuju ke lokasi juga sangat banyak, jadi saya pun nggak takut buat kesasar. Malahan bukan trip dadakan namanya kalau nggak nyasar. Karena serunya kan di situ (?).
Sampai di area Coban Jahe, kami berhenti di loket untuk membeli tiket. Satu orang dikenakan biaya Rp. 10.000 saja. Dan biaya parkir motor Rp. 5.000. Dari parkiran menuju ke lokasi air terjun, ternyata nggak sampai beberapa menit. Bagi saya kurang menantang, tapi ya sudahlah ya. *sok-sokan*
Siang itu cuaca memang cerah, padahal Desember adalah awal musim hujan dengan intensitas hujan sedang hingga tinggi. Bermain di bawah air terjun sebenarnya sedikit beresiko. Namun, karena siang itu cerah. Saya nggak terlalu khawatir akan bahaya banjir dari hulu kali jahe.
Ya, seperti wisatawan pada umumnya. Apalagi aktifitas yang bisa dilakukan selain berfoto ala-ala dan menikmati keindahan air terjun? Sudah ada larangan mandi di bawah aliran air terjunnya. Tapi walaupun tidak dilarang, saya juga sedang malas mandi-mandian di air terjun.
Volume air yang turun dari hulu memang tidak terlau deras, jadi aliran air terjun relatif aman siang itu. Kolam yang berada di bawah air terjun pun juga sangat dangkal. Jadi masih aman buat keceh* ala-ala. Ada beberapa spot foto selain di bawah aliran terjun, namun siang itu saya lebih memilih untuk berada di sekitaran kolam air terjun saja.
*keceh (jawa): bermain air
Siang itu juga hanya ada kami dan beberapa orang wisatawan. Beruntung tak banyak yang berkunjung hari itu karena saya paling malas kalau ke tempat wisata yang terlalu ramai orang. Kan nanti jadi nggak bebas bisa foto dong? Geser dikit udah bocor, gak asik kan jadinya?
Trip super dadakan kali ini memang sedikit berbeda. Karena biasanya saya hanya mengunjungi tempat-tempat wisata buatan saja. Sudah lumayan lama tidak berkunjung ke wisata alam lagi. Setelah puas main air di Coban Jahe, saya beranjak menuju ke Coban Tarzan yang ada di sebelah area Coban Jahe. Masih saudaraan, tapi beda lokasi. Mungkin akan saya tulis terpisah, itupun kalau nggak lupa atau malas haha.
Coban Jahe
Ds, Jl. Begawan, Dusun Krajan, Taji, Jabung, Malang, Jawa Timur
Harga Tiket 10k/orang
1 komentar
lek nggak mendadak nggak budal wkwkw
BalasHapusComments